**FIFA dan Piala Dunia Antarklub: Pemanasan Menuju Badai yang Lebih Besar**Piala Dunia Antarklub FIFA baru saja usai, memberikan Manchester City gelar juara dan mungkin, lebih penting lagi, memberikan kita semua gambaran sekilas tentang masa depan sepak bola yang semakin kompleks dan, jujur saja, mengkhawatirkan.

Kemenangan City memang layak, mereka menunjukkan dominasi yang kita harapkan dari tim sekelas mereka.

Namun, di balik sorak sorai dan kilauan medali, tersembunyi aroma ketidakpastian tentang arah yang sedang ditempuh FIFA.

Turnamen ini, dalam formatnya yang sekarang, terasa seperti anak tiri dari ajang sepak bola internasional.

Minimnya minat dari penggemar di luar benua yang timnya berlaga, jadwal padat yang semakin membebani pemain, dan kurangnya daya saing yang nyata antara tim-tim dari berbagai konfederasi, semuanya berkontribusi pada citra turnamen yang kurang bergengsi.

Namun, jangan salah paham.

Piala Dunia Antarklub 2023 ini hanyalah **pemanasan untuk musim panas mendatang.

** FIFA telah mengumumkan format baru Piala Dunia Antarklub yang diperluas, dengan 32 tim, yang akan dimulai pada tahun 2025.

Ini adalah perubahan radikal yang menjanjikan lebih banyak pertandingan, lebih banyak uang, dan sayangnya, lebih banyak masalah.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita benar-benar membutuhkan ini?

Apakah penambahan lebih banyak pertandingan dalam kalender sepak bola yang sudah padat benar-benar akan meningkatkan kualitas dan popularitas olahraga ini?

Atau justru sebaliknya, akan menyebabkan kelelahan pemain yang kronis, degradasi kualitas pertandingan, dan pada akhirnya, kehilangan minat dari penggemar?

**Fakta** tak terbantahkan: FIFA ingin meningkatkan pendapatan.

Ekspansi Piala Dunia Antarklub adalah langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut.

Namun, apakah FIFA mempertimbangkan dampaknya terhadap kesejahteraan pemain, liga-liga domestik, dan bahkan identitas unik dari sepak bola di berbagai belahan dunia?

Dari sudut pandang pribadi, saya merasa khawatir.

Sebagai seorang jurnalis olahraga yang telah mengikuti sepak bola selama bertahun-tahun, saya melihat adanya erosi bertahap dari nilai-nilai tradisional olahraga ini.

Mengejar keuntungan finansial telah menjadi obsesi, dan para pemain, yang merupakan aset terpenting dalam sepak bola, seringkali dipandang sebagai komoditas belaka.

Memang benar, Piala Dunia Antarklub yang diperluas dapat memberikan kesempatan bagi tim-tim dari luar Eropa dan Amerika Selatan untuk bersinar.

Namun, dengan kesenjangan finansial yang begitu besar antara klub-klub raksasa dan tim-tim lainnya, apakah kita benar-benar akan melihat persaingan yang seimbang?

Ataukah turnamen ini hanya akan menjadi panggung bagi klub-klub kaya untuk memamerkan kekuatan mereka?

Saat kita menantikan musim panas mendatang, kita harus mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan sulit kepada FIFA.

Kita harus menuntut transparansi dan akuntabilitas.

Kita harus memastikan bahwa kepentingan pemain dan penggemar tidak dikorbankan demi mengejar keuntungan.

Jika tidak, kita mungkin akan mendapati diri kita tenggelam dalam **perairan yang lebih dalam**, di mana esensi dari sepak bola itu sendiri terancam.